Penulis :Dr dr Khalid Saleh Sp.PD-KKV,FINASIM,MARS
Instalasi Pusat Jantung Terpadu, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama didunia. Sejak tahun 1990, semakin banyak kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Saat ini PJK menyumbang angka kematian terbesar di seluruh dunia dan seiring berjalannya waktu, angka tersebut terus meningkat. Sebanyak 610,000 orang meninggal akibat penyakit jantung di Amerika Serikat per tahun, penyakit jantung koroner menyebabkan 370,000 kematian per tahun.
Terdapat banyak penyebab dan faktor risiko seperti hipertensi, hypercholesterolemia, merokok, diabetes, obsesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan konsumsi alkohol berlebihan adalah faktor resiko PJK. Sedikitnya sekitar 47% dari populasi negara maju memiliki 1 dari fator resiko tersebut. Karena alasan tersebut, angka mortalitas penyakit jantung koroner (PJK) ini berbeda-beda pada setiap negara, dikarenakan adanya perbedaan faktor risiko utama seperti genetik, kondisi sosioekonomi dan diet.
Seiring dengan berjalannya waktu, gaya dan pola hidup manusia juga mengalami perubahan. Salah satu trend yang ada di masyarakat sekarang adalah kebiasaan mengkonsumsi kopi. Kopi merupakan minuman yang dikonsumsi secara luas di dunia. Banyak penelitian yang telah mempelajari hubungan antara konsumsi kopi dengan risiko penyakit jantung. Terdapat beberapa perbedaan pendapat, studi, dan kesimpulan mengenai konsumsi kopi apakah baik atau buruk bagi kesehatan. Kopi yang sudah melalui proses persiapan dan sangrai hingga siap saji memiliki sedikitnya 1000 komponen bioaktif, beberapa komponen tersebut secara potensial dapat memberikan antioxidant terapeutik, anti-inflamasi, antifibrotic, atau efek anti karsinogenik. Komponen aktif termasuk di dalamnya kafein, asam chlorogenic, diterpenes, cafestol dan kahweol.
Konsumsi kopi telah terbukti memiliki efek buruk pada berbagai penanda biologis risiko penyakit jantung koroner (PJK), termasuk kolesterol serum, tekanan darah, resistensi insulin, dan homocysteine ??plasma. Sebaliknya, konsumsi kopi yang lebih sering tidak menyebabkan peningkatan risiko PJK yang lebih tinggi dalam studi kohort prospektif. Lebih jauh, hasil dari penelitian laboratorium yang mengeksplorasi efek komponen kopi yang dimurnikan tidak dapat sering direproduksi dalam sistem manusia atau tidak sesuai dengan efek yang setara dalam studi epidemiologi. Apa yang dapat kita simpulkan tentang paradoks efek buruk dari konsumsi kopi tinggi pada berbagai faktor risiko biologis untuk PJK dan kurangnya peningkatan kejadian PJK? Pertama, efek akut dari konsumsi kopi dapat berbeda dari efek konsumsi kebiasaan jangka panjang. Kedua, efek menguntungkan kopi pada jalur biologis yang terlibat dalam pengembangan PJK dapat mengkompensasi efek merugikan pada faktor risiko biologis lainnya. Ketiga, penanda biologis mungkin tidak secara kausal mempengaruhi perkembangan PJK, atau efeknya mungkin terlalu rendah untuk setiap peningkatan yang disebabkan oleh konsumsi kopi untuk diterjemahkan menjadi peningkatan substansial dalam risiko penyakit. Oleh karena itu, risiko kesehatan dan manfaat konsumsi kopi pada sistem kardiovaskular memerlukan studi yang dapat diandalkan tentang paparan kafein dan senyawa lain dalam kopi, baik dalam jangka pendek dan, yang lebih penting, konsumen lama.
Kopi dan Faktor Resiko Kardiovaskular
Sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1963, konsumsi kopi rutin jangka panjang merupakan subjek dari banyak penelitian. Berbagai teori dan hasil penelitian menunujukan adanya hubungan yang bermakna antara kopi dengan penyakit jantung dan pembuluh darah. Studi-studi teresebut melaporkan hubungan positif maupun negatif konsumsi kopi dengan kesehatan jantung, begitu banyak hasil yang dilakukan hingga banyak studi meta analisis menyimpulkan berbagai studi tersebut.
Efek akut konsumsi kopi terhadap kesehatan jantung berbeda terhadap individu yang sudah lama mengkonsumsi kopi dibandingkan dengan individu yang jarang atau tidak pernah meminum kopi. Sebuah studi menyebutkan konsumsi kopi segera akan memberikan efek pressor akut meningkatkan epinephrine dan norepinephrine dalam darah, namun efek ini menghilang setelah 3 hari konsumsi kopi secara rutin. Namun, pada studi yang dilakukan Smits dkk. efek akut yang ditimbulkan kopi terhadap sistem kardiovaskular dipengaruhi oleh konsentrasi plasma kafein dalam tubuh. Perbedaan masa paruh kafein pada setiap individu dapat mempengaruhi efek akut dari konsumsi kafein.
1. Konsumsi Kopi dan Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Meskipun tidak meneyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) secara langsung, terdapat beberapa variabel yang secara statistik menunjukan hubungan positif terutama pada populasi perempuan, sebuah studi meta analisis prospektif melibatkan 21 studi melaporkan konsumsi 4-6 cangkir per hari pada pemantauan jangka panjang menurunkan resiko PJK, studi lainya melaporkan penurunan resiko PJK hingga 5%, dan pada studi meta analisis tahun 2014 yang melibatkan 1.279.804 individu dan 36.352 penderita kardiovaskular, konsumsi kopi 1,5 cangkir per hari menurunkan resiko sebesar 11% dan konsumsi 5 cangkir per hari menurunkan resiko PJK sebesar 7% .
Selain studi meta analysis, terdapat pula beberapa studi seperti yang dilakukan di Jepang pada 10 tahun pemantauan sebanyak 426 kematian dilaporkan akibat penyakit kardiovaskular melibatkan 37.742 individu, tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan PJK bahkan konsumsi kopi memberikan efek protektif pada wanita. Studi lain di Belanda juga melaporkan konsumsi 2-3 cangkir kopi per hari menurunkan resiko PJK pada pemantauan 13 tahun dengan melibatkan 37.514 partisipan.
2. Konsumsi Kopi dan Hipertensi
Salah satu faktor resiko yang sering dijumpai adalah hipertensi. Beberapa studi melaporkan efek akut peningkatan tekanan darah pada pasien dengan nomotensi dan individu dengan riwayat hipertensi sebelumnya beberapa jam setelah mengkonsumsi kopi. Studi pada individu tanpa riwayat hipertensi dan usia muda dilaporkan terdapat peningkatan tekanan darah beberapa minggu setelah mengkonsumsi kopi, meskipun pada studi kohort lain tidak terjadi hipertensi pada individu yang mengkonsumsi kopi.
Pada studi lintang acak ganda 15 menit setelah mengkonsumsi 250 mg kafein dapat meningkatkan tekanan darah dan frekuensi pernafasan hingga 2 jam setelah konsumsi kafein peningkatan rata-rata tekanan sistolik setelah konsumsi 250 mg kafein diakibatkan adanya aktifitas plasma renin. Peningkatan tekanan darah setelah konsumsi kafein secara rutin tidak terjadi setelah seorang individu mengkonsumsi kafein setelah 3 hari sebanyak 3 kali sehari dengan makanan, sebuah studi observasional melaporkan peningkatan tekanan darah maksimal akibat respon konsumsi kafein terjadi lebih dari 1 hari dan tidak lebih dari 3 minggu.
Pada populasi dengan usia lanjut dengan hipertensi, konsumsi kopi rutin dapat menyebakan hipertensi yang tidak terkontrol. Studi cross-sectional melaporkan seorang individu dengan usia > 63 tahun yang dilakukan pemantauan tekanan darah selama 24 jam pada mereka yang mengkonsumsi lebih dari >3 cangkir kopi per hari dibandingkan dengan individu yang tidak mengkonsumsi kopi menunjukan peningkatan tekanan darah sistolik (b: 3.25 mmHg, p=0.04) dan tekanan diastolik (b: 2.24 mmHg, p=0.02). Namun pada penelitian ini tidak menganalisis berat badan, pola diet, dan hiperkolesterolemia.
3. Konsumsi Kopi dengan Kadar Kolesterol
Konsumsi kopi secara rutin dapat meningkatkan kadar kolesterol, namun yang menarik adalah peningkatan kadar kolesterol tidak terjadi pada semua individu. Konsumsi kopi dengan penyajian kertas saring (drip coffee) tidak meningkatkan kadar kolesterol darah dibandingkan penyajian kopi dengan penyajian kopi tanpa menggunakan kertas saring (kopi tubruk). Cara penyajian dengan menggunakan kertas saring mencegah diterpenes cafestol dan kahweol terikut dalam penyeduhan kopi, berbagai teori menyampaikan peningkatan kolesterol akibat kandungan alkaloid kafein dapat menyebabkan peningkatan asam lemak bebas, trigliserida dan LDL dalam darah beberapa jam setelah konsumsi kopi yang tidak disaring. Konsumsi 1 cangkir kopi per hari dapat menyebabkan peningkatan 2 mg/dl pada pemantauan selama 16,7 bulan. Hal ini Serupa dengan studi lain yang menunjuukan konsumsi kopi hingga 6 cangkir kopi per hari dapat menyebabkan peningkatan kolesterol 11.8 mg/dl, Low Density Lipid (LDL) melaporkan 6.5 mg/dl dan trigliserida 5.9 mg/dl. Namun konsumsi kopi tidak ikut meningkatkan High Density Lipid (HDL). Sebuah studi kohort yang dilakukan di Italia dengan pemantauan 10.9 tahun, konsumsi kopi espresso lebih dari 1 cangkir per hari tidak meningkatkan kadar lipid dalam darah.
4. Konsumsi Kopi dengan Resiko Diabetes Mellitus
Hubungan antara kopi dengan metabolise glukosa masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Alkaloid kafein dalam kopi merupakan nonselective adenosine recetor antagonists. Namun, konsumsi kopi dapat menyebabkan intoleransi glukosa. Selain itu respon epinefrin yang meningkat paska konsumsi kopi was reported a ptent antagonist of insulin-mediated glucose disposal.
Studi kohort prosepektif besar yang melibatkan lebih dari 1,6 juta orang pria dan wanita per tahun di Amerika Serikat lalu diikuti selama 4 tahun menunjukan. Pada individu yang mengkonsumsi kopi hitam tanpa gula lebih dari 1 cangkir per hari memiliki resiko terkena diabetes tipe 2 lebih rendah 12% (95% IK 4%, 19%) dalam 4 tahun pemantauan, sementara konsumsi lebih dari 1 cangkir per hari memiliki resiko lebih rendah 18% (95% IK 10%, 28%). Pada mereka individu yang yang terkena diabetes diakibatkan ada nya penyakit penyerta seperti hipertensi, peningkatan kolesterol, riwayat penyakit jantung coroner sebelumnya, dan keganasan, perubahan pla konsumsi kopi dengan penambahan gula dan susu juga dapat meningkatkan resiko diabetes.
Studi lainya yang memantau individu yang secara rutin mengkonsumsi kopi > 250 ml per hari dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah meminum kopi selama 10 tahun menunjukan penurunan resiko diabetes lebih dari 50%. Studi ini melaporkan penurunan resiko diabetes diakibatkan konsumsi kopi secara rutin menurunkan kadar C-reactive protein (CRP), serum amyloid-A (SAA) yang menyebabkan diabetes. Masih dari studi yang sama penurunan resiko terjadi sebanyak 12% pada individu yang mengkonsumsi kopi sebanyak 2 cangkir atau lebih.
5. Konsumsi Kopi dan Aritmia
Konsumsi kopi dan produk kafein selalu dikaitkan dengan keluhan klinis berdebar-debar, sehingga banyak praktisi medis dan awam beranggapan kopi dapat menyebabkan aritmia. Dixit dkk melaporkan hubungan antara konsumsi produk berkafein termasuk kopi dengan kejadian aritmia dengan pemantauan menggunakan holter selama 24 jam pada 1388 responden. Studi tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara banyaknya konsumsi kopi dengan kontraksi prematur jantung, sehingga studi tersebut membantah angka kejadian aritmia ventrikel yang terjadi akibat konsumsi kopi, teh, coklat maupun produk berkafein lainnya.
Sebuah Meta-analisis lainya yang dilakukan tahun 2014 oleh Cheng dkk melaporkan tidak terdapat kaitan antara konsumsi produk kafein secara rutin dengan insiden kepak atrium (atrial fibrillation), Sebanyak 6 studi kohort prospektif melibatkan 228.465 perserta, hubungan terbalik antara konsumsi kopi dengan insiden kepak atrium (p = 0.015); p for nonlinearity =0.27). Pada analsis dosis kafein, insiden kepak atrium menurun hingga 6% (RR, 0.94; 95% IK, 0.90-0.99) untuk setiap penambahan 300 mg konsumsi kafein.
Penderita gagal jantung dianjurkan untuk mengurangi konsumsi cairan dan kopi karena dapat menyebabkan aritmia, Zuchinali dkk melaporkan pada pasien dengan gagal jantung ringan-sedang mengkonsumsi kopi tidak menyebabkan aritmia. Pada studi ini pasien gagal jantung yang mengkonsumsi 5 cangkir kopi yang mengandung 500 mg kafein atau tidak mengandung kafein dan kemudian dalam 5 jam kemudia dilakukan treadmill. Selama treadmill, denyut jantung dan sampel darah dikumpulkan untuk mengukur kadar kafein dalam darah. Prosedur ini kemudian diulang lagi 1 minggu Secara keseluruhan studi tersebut menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian aritmia terutama pada pasien dengan penderita gagl jantun
6. Konsumsi Kopi dan Gagal
Mostofsky dkk melakukan tinjauan sistematis dan dosis-respons meta-analisis dari studi prospektif yang menilai hubungan antara konsumsi kopi dan risiko gagal jantung. Meta-analisis yang mereka lakukan melibatkan lima studi prospektif hubungan antara konsumsi kopi dan risiko gagal jantung, sebanyak 6522 kejadian gagal jantung pada 140.220 peserta. Mereka menemukan hubungan nonlinear antara konsumsi kopi dan risiko gagal jantung (P untuk nonlinier = 0,02; P = 0,02). Penelitian ini meenyimuplkan bawha tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dan kejadian gagal jantung menurut jenis kelamin, dan riwayat Infark miokard sebelumnya atau diabetes. Pedoman penatalaksanaan pencegahan gagal jantung saat ini menunjukkan bahwa asupan kopi mungkin memberikan perlindungan moderat terhadap kejadian gagal jantung.
Studi terbaru menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi kopi sedang-berat dan risiko kematian. Namun dalam beberapa penelitian, mereka menemukan konsumsi kopi berat dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Hubungan antara konsumsi kopi dan penyebab utama kematian lainnya telah dilaporkan. Mereka telah menunjukkan hubungan terbalik dengan diabetes, penyakit radang, stroke, dan cedera; serta total kematian.14 Selain itu, hasil dari beberapa penelitian tidak konsisten. Oleh karena itu Freedman et al. meneliti hubungan antara minum kopi dengan kematian. Penelitian ini merekrut 229,119 pria dan 173.141 wanita yang berusia 50-71 tahun. Selama masa tindak lanjut antara tahun 1995 dan 2008, total 33.731 pria dan 18.784 wanita meninggal. Selain itu, dalam model penyesuaian usia risiko kematian meningkat di antara peminum kopi. Sebagian besar peminum kopi adalah perokok tembakau, sehingga analisis model disesuaikan dengan perokok dan pembuat kopi lainnya.
Menurut Laporan Ilmiah Komite Penasihat Pedoman Diet (DGAC) 2015, pencegahan penyakit primer tidak bisa hanya didasarkan pada pencegahan asupan kafein atau kopi. Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian penyakit kardiovaskular bersama dengan asupan kopi. Lebih jauh, semua penelitian itu menunjukkan kepada kita bahwa menambahkan kalori dari susu, krim dan gula yang berhubungan dengan obesitas, jumlah asupan kalori yang lebih sedikit harus dipertimbangkan dalam asupan kopi. Gaya hidup lain seperti konsumsi minuman energi dengan konsentrasi tinggi kafein dan alkohol tidak disarankan untuk dikonsumsi bersama.
7. Konsumsi Kopi paska Infark Miokard
Dilema mengenai konsumsi kopi setelah serangsn jantung banyak dijumpai dalam kehidupan praktek sehari-hari. Bayak peneliti mencoba menelaah hal tersebut, studi kasus-kontrol menunjukan bahwa kopi berbahaya bagi penderita infark miokard akut (IMA), sedangkan studi prospektif menyampaikan bahwa tidak terdapat hubungan anatara konsumsi kopi dengan penderita infark miokard akut. Studi skala kecil kasus-kontrol kematian jantung mendadak akibat konsumsi kopi meningkat pada individu yang mengkonsumsi kopi lebih dari 10 cangkir per hari. Studi prospektif lainya pada penderita paska infark miokard akut melaporkan tidak terdapat hubungan anatara konsumsi kopi dengan kematian, bahkan pada individu yang mengkonsumsi kopi di atas 5 cangkir per hari.
Silletta dkk melaporkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian kardiovaskular pada individu dengan riwayat IMA. Studi yang melibatkan 11231 penderita dengan riwayat IMA diikuti selama 3,5 tahun mempelajari pola konsumsi diet penderita termasuk konsumsi kopi. Setelah membagi pola konsumsi kopi menjadi kurang dari 2 cangkir, 2 sampai 4 cangkir hingga lebih 4 cangkir per hari, disimpullkan bahwa konsumsi kopi tidak memberikan efek negatif maupun protektif terhadap penderita IMA terhadap kejadian kardiovaskular, stroke, dan kematian jantung mendadak.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Mukamal dkk, studi yang dilakukan pada tahun 1989 hingga 1994 melibatkan 1935 pasien yang dirawat di pusat kesehatan tersier, studi tersebut juga melaporkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan mortalitas pada individu dengan riwayat infark miokard akut setelah pemantauan selama 3,8 tahun, namun pada individu yang terkena IMA kurang dari 90 hari pada individu yang mengkonsumsi kopi lebih dari 7 cangkir sehari memberikan efek protektif terhadap kematian. Pola diet pada individu dengan riwayat IMA juga dilakukan oleh Van Dongen dkk, pada studi prospektif yang dilakukan di Belanda melibatkan 4365 pasien dengan pemantauan selama 7,1 tahun dilaporkan bahawa kopi baik dengan atau tanpa kafein dapat menurunkan resiko kematian akibat penyakit kardiovaskular 0.82 (95% IK : 0.68, 0.98).
KESIMPULAN
Melihat semua studi yang sudah dilakukan hingga saat ini, yang ada, pengaruh kopi terhadap penyakit kardiovaskular menunjukan efek positif. Kopi dapat dikategorikan sebagai bagian dari diet sehat untuk masyarakat umum dan juga bagi mereka dengan peningkatan risiko kardiovaskular. Pada penderita yang mengalami dislipidemia dapat mempertimbangkan kopi yang diseduh dan disaring sebagai lawan dari persiapan yang dibuat dari kacang rebus tanpa penyaringan. Konsumsi sekitar 2-3 cangkir kopi disebutkan cukup aman terkait manfaat bagi sebagian besar hasil kesehatan yang diteliti.
Sementara banyak manfaat kopi mungkin berasal dari kandungan kafein, kopi tanpa kafein tampaknya menawarkan beberapa manfaat kesehatan juga dan mungkin menjadi pilihan yang masuk akal bagi mereka yang mengalami efek tidak nyaman dari stimulasi kafein. Peminum kopi berkafein khususnya disarankan untuk memastikan konsumsi kalsium yang cukup dari sumber makanan untuk menjaga terhadap kemungkinan dampak buruk yang terkait dengan kesehatan tulang. Di sisi lain, kopi tanpa kafein mungkin merupakan pilihan yang baik, terutama karena banyak manfaat potensial kopi kemungkinan berasal dari sumber selain kafeinnya.
Konsumsi kopi menunujukan sifat protektif dan bukan merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular. Namun pada individu dengan riwayat penyakit sebelumnya dan gaya hidup tidak sehat seperti merokok, aktiitas fisik, dan diet yang tidak terkontrol, sindrom metabolik dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular. ( Promkes,2019)
Submitted by administrator on 2019-08-28 10:32:47